By : Kelik Supriyanto
Udara dingin menusuk tulang sunsum. Aroma kabut menyeruak menusuk hidung. Pagi itu di lereng timur Merapi, penguasa malam mulai menggeliat menyambut datangnya embun pagi. Di ufuk rona kekuningan mengintip pelan menggapai cakrawala. Sang surya tersenyum manja memandang bumi yang masih tertidur pulas berselimutkan kabut.
Pohon cemara bersahutan dihempas angin lembah. Meneriakkan asa para penduduk desa. "Oh Eyang Merapi, jangan kau murkai makluk penghuni desa," ujarnya, "Aku akan setia mengabdi gunung pancering tanah Jawa. Jangan kau sentuh dengan lidah apimu yang membara."
Lembahpun melambaikan tangan mendukungnya. Rumput-rumput memanjatkan kidung rahayu slamet. Bunga-bunga ceria menampakkan kecantikannya. Gunung Bibi melirik bangga pada para punggawanya. Semua seiya sekata menjaga alam, memayu hayuning bawana.
Jangankan tangan-tangan perkasa menghancurkannya.. Mengangkut batu dan pasir tanpa tepa selira. Mengeduk, mengeruk tanpa henti tanpa jeda. Oh Sang Yang Widiwasa, selamatkan bumimu ini dari angkara murka para penguasa yang lupa akan kesejahteraan rakyatnya..
rona pagi hari
cakrawala membara
mata matahari
Merapi berpijar
menerobos kabut
lembah menghijau
bunga mekar
suasana desa
alam pedesaan
penambang pasir