Wednesday, December 24, 2008

Wayang Kehidupan

By : Kelik Supriyanto

Wayang berarti bayang-bayang. Berupa boneka pipih dari kulit yang dipentaskan dengan menggunakan kelir. Dari balik kelir akan terlihat bayangan sosok wayang yang digerakkan oleh seorang dalang. Wayang adalah simbol dari bayang-bayang kehidupan manusia. Pertunjukan wayang bercerita tentang moral, kebajikan serta kejahatan yang dilakukan oleh manusia.

Wayang sudah jarang dipentaskan tergusur oleh tontonan yang lebih menarik seperti dangdut, campursari, atau film. Semakin hari peminat wayang semakin menyusut. Bila ada pementasan wayang hanya segelintir orang saja yang bertahan menonton pertunjukan sampai selesai. Mereka datang kesana terutama generasi mudanya hanya pada saat acara goro-goro. Kalau sekarang dikenal dengan istilah limbukan. Episode yang berisi hiburan dan sindiran-sindiran. Terutama sindiran kepada kekuasaan atau sindiran ke perseorangan yang tidak disukai masyarakat. Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong mewakili sosok rakyat jelata yang menyuarakan keadaan masyarakat bawah.

Wayang tidak harus dipentaskan di panggung atau kelir. Wayang garapan para seniman tradisi dari Yogyakarta justru digoreskan di tiang-tiang beton Jembatan Layang Lempuyangan. Para seniman yang ikut Project Tanda Mata Dari Jogja yang digagas oleh Jogja Mural Forum (JMF), ini terdiri antara lain FX Sutjipto Wibaksa, Subandi Giyanto, Ledjar Subroto, Sulasno, Sucipto, Suwandi dll.

FX Sutjipto Wibaksa terinspirasi dari episode Rama Tambak dalam cerita Ramayana, mengisahkan tentang peran para kera membantu Rama agar bisa mulus menyerbu Alengka tempat Rahwana, tokoh keangkaramurkaan bersemayam. Gambaran yang berisi ajaran untuk bergotong royong dalam mengatasi suatu persoalan yang besar. Intinya bahwa rakyat harus dilibatkan dan didengar pendapatnya dalam mengatasi persoalan berbangsa dan bernegara yang kian pelik dari hari ke hari. Rakyat jangan dianggap bodoh dan tidak tahu apa-apa sehingga dilupakan dalam pengambilan setiap keputusan penting. Pada akhirnya rakyatlah yang akan menerima akibatnya.

Subandi Giyanto memperingatkan penguasa untuk tidak menjual aset-aset negara yang berakibat kesengsaraan rakyat. Dengan judul Ojo Adol Negara, digambarkan Petruk sedang menjual bola bumi untuk ditukar dengan dolar. Mengingatkan telah dijualnya minyak bumi dan tambang emas ke negara asing. Yang mengakibatkan harga minyak dalam negeri sangat mahal dan rakyat pada kesusahan minyak tanah. Dalam lukisannya berjudul Tikus Mati Ing Lumbung, Gareng yang mewakili rakyat jelata justru mati kelaparan di atas tumpukan padi dalam lumbung. Sedang Petruk yang mewakili pemerintah dan Bagong yang mewakili militer telah sibuk berdansa di atas kemiskinan rakyatnya. Para penguasa yang asalnya dari rakyat jelata, setelah berkuasa melupakan asal-usulnya. Gambaran yang sangat pas dengan kondisi Indonesia saat ini. Para pemimpin yang dipilih secara demokratis pada pemilu 2004 ternyata tidak pernah perduli terhadap penderitaan rakyatnya. Mereka malah sibuk mengumpulkan dana kampanye untuk memperpanjang kekuasaannya yang akan segera berakhir tahun 2009.

Untuk cerita selengkapnya lihat sendiri gambarnya di jembatan layang Lempuyangan Yogyakarta. Mumpung belum dihapus oleh proyek mural berikutnya. Hee...Hee....

nb : Akhirnya buku saya selesai juga, biarpun masih edit sana edit sini. Tinggal tunggu terbitnya pertengahan Januari 2009.












Tikus Mati Di Lumbung













Jangan Jual Negara












Pasukan Kera














Rahwana dan Kroninya













Para Raksasa Alengka













Becak dan Mural













Ki Brayut













Nyi Brayut












Jaka Tarub













Jaka Tarub dan Bidadari














Dewi Nawangwulan












Gambar Keraton













Rakyat pada
Kedinginan dan Lapar